Kamis, 18 Januari 2018

PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS & PROFESI

    Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode, yaitu :

     1.      Situasi Dahulu
    Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.

     2.      Masa Peralihan : Tahun 1960-an
    Pada saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat disebut dengan persiapan langsung bagi timbunlnya etika bisnis. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat, revolusi mahasiswa (di ibu kota Prancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
      
     3.      Etika Bisnis Lahir di AS : Tahun 1970-an
    Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an, yaitu :
      I.        Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis
      II.        Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manajemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahirn etika bisnis ini disebabkan adanya kerja sama interdisipliner, yaitu pada konferensi perdana tentang etika bisnis yang diselenggrakan di Universitas Kansan oleh Philosophi Departemen bersama Colledge of Business pada bulan Noveber 1974.
      
     4.      Etika Bisnis Meluas ke Eropa : Tahun 1980-an
    Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10tahun kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada tahun 1987 didirikan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertamuan antara akademisi dari univrsitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional dan internasional.

      5.      Etika Bisnis menjadi Fenomena Global : Tahun 1990-an
    Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin, Asia, Eropa Timur, dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah Institute of Moralogy pada Universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di India etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari Indian Institute of Manajemen di Kalkutta tahun 1992. Telah didirikan Internasional Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

    Di Idonesia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga study dan pengembangan etika usaha Indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
Perkembangan Etika sudah melewati beberapa fase, yaitu :

ETIKA TEOLOGIS
    Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama. Semua agama mempunyai ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya. Karena itu, jarang etika menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu. Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.

    Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika. Karena itu, perbincangan mengenai etika sering kali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam islam dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”.

ETIKA ONTOLOGIS
    Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagi objek kajian ilmiah. Karena filsafat sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini. Kerena itu, pada tingkat perkembangan pengertian kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagi objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat. Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.

ETIKA POSITIVIST
    Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangn sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif. Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di bagai bidang organisai profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak diantara organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sejak dulu mempunyai naskah Kode Etika Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan. Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS. Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik. Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma. Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya. Karena itu, sekaran tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etik  yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.

ETIKA FUNGSIONAL TERTUTUP
    Tahap perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan infrastruktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-bena bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang luas untuk mebangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, sidang umum PBB merekomendasikan agar semua negara anggota mambangun apa yang dinamakan “ethics infra-structurein public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.

    Itu juga sebabnya maka di Eropa, Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu juga dengan membentuk komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka perubahan ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk badan kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan ketetapan MPR no.VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

ETIKA FUNGSIONAL TERBUKA
    Namun demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisai atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu selam ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUBJECT, VERB, COMPLEMENT & MODIFIER

Subject likely or prone to be affected by (a particular condition or occurrence, typically an unwelcome or unpleasant one). about what or w...