BENTURAN
KEPENTINGAN
Benturan
kepentingan terjadi apabila perusahaan atau pemilik perusahaan berada dalam
kaspasitas dan posisi yang memungkinkannya mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan pribadi atau perusahaan tanpa dilandasi pertimbangan
yang adil dan objektif. Dalam kasus pebsnis menduduki posisi di pemerintahan atau lembaga legistalif, di khawatirkan
terjadi konflik kepentingan yang disebut oleh Ernaghan dan Langford sebagai
self-dealing. Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu berasal dari
kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau legislatif. Benturan
kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain sepeti kekuatan keuangan dan
kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki kedua hal itu meski berada
di luar pemerintahan atau lembaga legislatif. Akibatnya, mereka bukan saja
dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun juga perbuatan-perbuatan
tercela.
Boleh
jadi memang tidak selalu ada aturan formal yang khusus di buat untuk mencegah
terjadinya benturan kepentingan. Namun terlepas dari ada atau tidaknya atau
formal, pelaku bisnis hendaknya tidak hanya melihat benturan kepentingan dari
aspek legal formal semata. Harus pula dipertimbangkan masalah etika. Etika pada
dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar atau salah, baik atau
melanggar hukum, menghindari tindakan-tindakan
yang dapat yang menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari
tindakan-tidakan yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari
tindakan-tindakan yang menghancurkan citra dan reputasi pelaku bisnis. Namun di
samping ketiga hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga akan menghindari
prilaku yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk dengan kekuasaan.
Ketidakpedulian
terhadap etika bukan hanya akan berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga
bagi perusahaan dan pelaku bisnis sendiri, seperti anjloknya reputasi serta
harus dikeluarkannya untuk memulihkan reputasi yang hilang, yang seringkali
amat mahal. Namun paling sulit dikembalikan adalah bisnis di masa depan.
AKUNTABILITAS
SOSIAL
Konsep
tentang akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan
accountability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggung jawabkan” atau
dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Pengertian accountability dan responsibility
seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda yaitu
responsibility diartikan sebagai “tanggung jawab”.
Akuntabilitas
sosial menjadi isu etika karena banyaknya perusahaan yang tidak memperhatikan
tanggung jawabnya kepada sosial
(masyarakat) melainkan hanya berorientasi kepada para shareholder dan
keuntungan yang maksimum. Padahal, dunia bisnis dituntut menyelaraskan pencapaian
kinerja ekonomi (profit) dengan kinerja sosial (people) dan kinerja lingkungan
(planet) atau disebut tripple ottom-line perfomabce. Pencapaian itu pada
akhirnya akan menetapkan perusahaan menjad good corporate citzen dan meraup
keuntungan yang langgeng dan berlimpah (mutiplier benefits) serta perusahaan
tumbuh dan berkembang secara bekelanjutan (sustainable business). Oleh karena
itu, bisis hendaknya melibatkan dan memperhitungkan masyarakat sekitar dalam
setiap kegiatan bisnisnya dan tidak mengabaikan mereka.
Akuntabilitas
sosial menjadi isu penting saat ini dikarenakan kemajuan perkembangannya cukup
lamban. Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjad lambat
yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Proses pengukuran
akuntabilitas sosial terdiri dari tiga langkah, yaitu :
1.
Menentukan biaya dan manfaat sosial
dengan memperhatikan sistem nilai masyarakat yang mana juga berguna dalam
mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik.
2.
Meghitung biaya dan manfaat dari
aktivitas yang menmbulkan biaya dan manfaat sosial yang ditentukan dari
kerugian dan kontribusi.
3.
Menempatkan nilai moneter pada jumlah
akhir.
Tujuan adanya
akuntabilitas sosial adalah :
1.
Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan
tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh
aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
2.
Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh
kegiatan terhadap lingkungannya, mencakup financial, managerial social
accounting, dan social auditing
3.
Untuk menginternalisir biaya soasial dan
manfaat sosial agar dapat menetukan suatu hasil yang lebih relavan dan sempurna
yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Ada dua dimensi utama
dalam akuntabilitas sosial :
1.
Melaporkan dan mengungkapkan costs dan
benefits dari aktivitas ekonomi perushaan secara langsung berdampak pada
profitabilitas (laba). Costs dan benefits tersebut dihitung dan dikuantifikasi
secara akuntansi.
2.
Melaporkan costs dan benefits dari
aktivitas ekonomi perusahaan yang berdampak langsung pada individu, masyarakat
dan lingkungan. Benefits itu sulit dikuantifikasi sehingga pelaporannya harus
dilakukan secara kualitatif.
MANAJEMEN
KRISIS
Respon
pertama terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yng
telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis “normal”
yang meneyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian
buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai
dari berencana alam seperti tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran
zat-zat berbahaya) sampai lepada karyawan yang mogok kerja. Aspek dalam
penyusunan rencana bisnis. Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita
perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan
untuk meghadapi :
1.
Situasi darurat (emergency response)
2.
Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery)
3.
Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery)
4.
Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption)
5.
Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning)
6.
Manajemen krisis (crisis management)
Penanganan
krisis pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu
membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah
mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan
dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal,
dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendaoakan informasi tentang
krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait
terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang
terjadi .
AKTIVITAS
BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH BUDAYA
Kepemimpinan
berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaan
produktif di lingkungan organisai. Maka dengan demikian, masalah budaya
perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekelompok individu
melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan
pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk
budaya perusahaan.
Tidaklah
mengherankan, bila sama-sama kita telah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para
pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran
situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah
sering mengumpat bahwa itu semua kearena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak
mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi
ketika perusahaan berskala internasional yang sudah pasti memiliki banyak
karyawan membuat suatu kejadian yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh
karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka kebiasaan tersebut menajdi suatu
budaya di perusahaan tersebut, maka dari itu seharusnya sebuah perusahaan
memikirkan matang-matang mengenai kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak
menimbulkan budaya yang tidak baik bagi perusahaan tersebut.
ETIKA
DALAM TEMPAT KERJA
Etika
dalam tempat kerja cukup sulit untuk didefinisikan. Pada umumnya, beretika
dalam tempat kerja yaitu memastikan dari bertindak sesuai dengan prinsip selah
atau benar yang diterima umum di tempat kerja. Etika adalah masalah yang
berkaitan dengan prosedur pengambilan keputusan berdasarkan intigritas yang
mengarahkan keutusan dan pekerjaan seseorang dalam suatu perusahaan. Etika dalam
tempat kerja biasanya meliput kewajiban moral, kejujuran, tidak melakukan kecurangan,
bekerja dengan baik, dan tidak menyalahgunakan tanggung jawab. Berikut beberapa
etika yang berlaku di tempat kerja pada umumnya :
1.
Menghormati budaya kerja perusahaan
tempat bekerja
2.
Menghormati senoir dan memperlakukan
sebagaimana mestinya tanpa bersikap berlebihan
3.
Menghormati batas-batas pribadi rekan
kerja
4.
Menghormati cara pandang orang lain
5.
Menangani beban kerja padang orang lain
6.
Bersikap sopan kepada semua orang di
tempat kerja
7.
Tidak semena-mena menggunakan fasilitas
tempat kerja
Sebagian
etika dalam tempat kerja yang harus dijunjung ketika bekerja. Sesungguhnya etika
dalam tempat kerja itu disesuaikan dengan asal tempat kerja, tata krama atau
norma yang berlaku di daerah tempat kerja, dan lain sebagainya yang lebih
spesifik. Secara umum, ada dua hal yang yang terkandung dalam etika bisnis
yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan adalah bagaimana
mempertahankan kejujuran dalam dunia kerja. Sedangkan tanggung jawab adalah
ukuran hasil kerja seseorang.
Tanggung
jawab moral utama karyawan dan manajer adalah untuk bekerja demi pencapaian
tujuan perusahaan dan menghindari aktivitas-aktivitas yang mugkin mangancam
tujuan tersebut. Karyawan, manajer, dan profesi akuntan tentunya dengna mudah
membedakan anatara tindakan yang benar dan salah. Aka tetapi, adanya “area
abu-abu” membuat etika menjadi isu yang signifikan. Oleh karena itu karyawan,
manajer, dan profesi akuntan sangat perlu memahami etika dalam tempat kerja
sehingga tidak terjebak dalam “area abu-abu” yang mungkin banyak pihak.
Sumber :