Selasa, 22 Mei 2018

SUBJECT, VERB, COMPLEMENT & MODIFIER

Subject likely or prone to be affected by (a particular condition or occurrence, typically an unwelcome or unpleasant one). about what or who is spoken in a sentence or clause. The subject can be people, animals, objects, and abstract concepts.

Verb a word used to describe an action, state, or occurrence, and forming the main part of the predicate of a sentence, behavior or other activities :
To read : to go ; to smoke ; to run ; to walk ; to take

Complement is a word or group of words that come after a linking verb and describe the subject of that verb (he’s nice), but with other verbs, it will describe for example, a direct object.

Modifier is usually an adjective (the ultimate challenge), an adverb (he protested virgorously), or a prepostional phrase (the woman in the red dress)




English Grammer  Complete Edition , Drs Rudy H. & Harry W.Smith

Minggu, 01 April 2018

VERB PHRASES & TENSES

Verb Pharases is pharases composed of combinations auxiliary verb with verb, ehich form a certain time form, for example :
-          She will go
Tense  is a category that expresses time reference with reference to the moment of speaking. Tenses are usully manifested by the use of specific forms of verbs, particularly in their conjugation patterns.
Basic tenses found in many languages include the past, present, and future. Some languages have only two distinct tenses, such as past and nonpast, or future and nonfuture. There are also tenseles languages, like Chinese, though it can possess a future and nonfuture system, which is typical of Sino-Tibetan languages. On the other hand, some languages make finer tense distinctions, such as remote vs. Recent past, or near vs, remote future.





https;//en.wikipedia.org/wiki/Grammatical_tense


SUBJECT - VERB AGREEMENT


Although you are probably already familiar with basic subject-verb agreement, this chapter begins with a quick review of basic agreement rules.
Subjects and verbs must AGREE with one another in number (singular or plural).  Thus, if a subject is singular, its verb must also be singular; if a subject is plural, its verb must also be plural.
In the present tense, nouns and verbs form plurals in opposite ways: nouns ADD an s to the singular form; verbs REMOVE the s from the singular form.









https://webapps.towson.edu/ows/modulesvagr.htm

SUBJECT , VERB , COMPLEMENT & MODIFIER

Subject likely or prone to be affected by (a particular condition or occurrence, typically an unwelcome or unpleasant one). about what or who is spoken in a sentence or clause. The subject can be people, animals, objects, and abstract concepts.

Verb a word used to describe an action, state, or occurrence, and forming the main part of the predicate of a sentence, behavior or other activities :
To read : to go ; to smoke ; to run ; to walk ; to take

Complement is a word or group of words that come after a linking verb and describe the subject of that verb (he’s nice), but with other verbs, it will describe for example, a direct object.

Modifier is usually an adjective (the ultimate challenge), an adverb (he protested virgorously), or a prepostional phrase (the woman in the red dress)




English Grammer  Complete Edition , Drs Rudy H. & Harry W.Smith


Kamis, 18 Januari 2018

PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS & PROFESI

    Etika dalam dunia bisnis diperlukan untuk menjaga hubungan baik dan fairness dalam dunia bisnis. Etika bisnis mencapai status ilmiah dan akademis dengan identitas sendiri, pertama kali timbul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Untuk memahami perkembangan etika bisnis De George membedakannya kepada lima periode, yaitu :

     1.      Situasi Dahulu
    Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Pada masa ini masalah moral disekitar ekonomi dan bisnis disoroti dari sudut pandang teologi.

     2.      Masa Peralihan : Tahun 1960-an
    Pada saat ini terjadi perkembangan baru yang dapat disebut dengan persiapan langsung bagi timbunlnya etika bisnis. Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat, revolusi mahasiswa (di ibu kota Prancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Pada saat ini juga timbul anti konsumerisme. Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan memasukan mata kuliah baru ke dalam kurikulum dengan nama busines and society and coorporate sosial responsibility, walaupun masih menggunakan pendekatan keilmuan yang beragam minus etika filosofis.
      
     3.      Etika Bisnis Lahir di AS : Tahun 1970-an
    Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an, yaitu :
      I.        Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis
      II.        Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manajemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahirn etika bisnis ini disebabkan adanya kerja sama interdisipliner, yaitu pada konferensi perdana tentang etika bisnis yang diselenggrakan di Universitas Kansan oleh Philosophi Departemen bersama Colledge of Business pada bulan Noveber 1974.
      
     4.      Etika Bisnis Meluas ke Eropa : Tahun 1980-an
    Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10tahun kemudian. Hal ini pertama-tama ditandai dengan semakin banyaknya perguruan tinggi di Eropa Barat yang mencantumkan mata kuliah etika bisnis. Pada tahun 1987 didirikan pula European Ethics Nwork (EBEN) yang bertujuan menjadi forum pertamuan antara akademisi dari univrsitas, sekolah bisnis, para pengusaha dan wakil-wakil dari organisasi nasional dan internasional.

      5.      Etika Bisnis menjadi Fenomena Global : Tahun 1990-an
    Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin, Asia, Eropa Timur, dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian etika bisnis adalah Institute of Moralogy pada Universitas Reitaku di Kashiwa-Shi. Di India etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human values yang didirikan oleh dewan direksi dari Indian Institute of Manajemen di Kalkutta tahun 1992. Telah didirikan Internasional Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

    Di Idonesia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga study dan pengembangan etika usaha Indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
Perkembangan Etika sudah melewati beberapa fase, yaitu :

ETIKA TEOLOGIS
    Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama. Semua agama mempunyai ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya. Karena itu, jarang etika menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu. Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.

    Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika. Karena itu, perbincangan mengenai etika sering kali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam islam dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”.

ETIKA ONTOLOGIS
    Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagi objek kajian ilmiah. Karena filsafat sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini. Kerena itu, pada tingkat perkembangan pengertian kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagi objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat. Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.

ETIKA POSITIVIST
    Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangn sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif. Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di bagai bidang organisai profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak diantara organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sejak dulu mempunyai naskah Kode Etika Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan. Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS. Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik. Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma. Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya. Karena itu, sekaran tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etik  yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.

ETIKA FUNGSIONAL TERTUTUP
    Tahap perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan infrastruktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-bena bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang luas untuk mebangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, sidang umum PBB merekomendasikan agar semua negara anggota mambangun apa yang dinamakan “ethics infra-structurein public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.

    Itu juga sebabnya maka di Eropa, Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu juga dengan membentuk komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka perubahan ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk badan kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan ketetapan MPR no.VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

ETIKA FUNGSIONAL TERBUKA
    Namun demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisai atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu selam ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.

Sumber

Rabu, 17 Januari 2018

ISSUE ETIKA SIGNIFIKAN DALAM DUNIA BISNIS & PROFESI

BENTURAN KEPENTINGAN

Benturan kepentingan terjadi apabila perusahaan atau pemilik perusahaan berada dalam kaspasitas dan posisi yang memungkinkannya mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan pribadi atau perusahaan tanpa dilandasi pertimbangan yang adil dan objektif. Dalam kasus pebsnis menduduki posisi  di pemerintahan atau lembaga legistalif, di khawatirkan terjadi konflik kepentingan yang disebut oleh Ernaghan dan Langford sebagai self-dealing. Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu berasal dari kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau legislatif. Benturan kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain sepeti kekuatan keuangan dan kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki kedua hal itu meski berada di luar pemerintahan atau lembaga legislatif. Akibatnya, mereka bukan saja dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun juga perbuatan-perbuatan tercela.

Boleh jadi memang tidak selalu ada aturan formal yang khusus di buat untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan. Namun terlepas dari ada atau tidaknya atau formal, pelaku bisnis hendaknya tidak hanya melihat benturan kepentingan dari aspek legal formal semata. Harus pula dipertimbangkan masalah etika. Etika pada dasarnya adalah standar atau moral yang menyangkut benar atau salah, baik atau melanggar hukum, menghindari tindakan-tindakan  yang dapat yang menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari tindakan-tidakan yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari tindakan-tindakan yang menghancurkan citra dan reputasi pelaku bisnis. Namun di samping ketiga hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga akan menghindari prilaku yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk dengan kekuasaan.

Ketidakpedulian terhadap etika bukan hanya akan berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga bagi perusahaan dan pelaku bisnis sendiri, seperti anjloknya reputasi serta harus dikeluarkannya untuk memulihkan reputasi yang hilang, yang seringkali amat mahal. Namun paling sulit dikembalikan adalah bisnis di masa depan.

AKUNTABILITAS SOSIAL

  Konsep tentang akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan accountability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggung jawabkan” atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda yaitu responsibility diartikan sebagai “tanggung jawab”.
    
    Akuntabilitas sosial menjadi isu etika karena banyaknya perusahaan yang tidak memperhatikan tanggung  jawabnya kepada sosial (masyarakat) melainkan hanya berorientasi kepada para shareholder dan keuntungan yang maksimum. Padahal, dunia bisnis dituntut menyelaraskan pencapaian kinerja ekonomi (profit) dengan kinerja sosial (people) dan kinerja lingkungan (planet) atau disebut tripple ottom-line perfomabce. Pencapaian itu pada akhirnya akan menetapkan perusahaan menjad good corporate citzen dan meraup keuntungan yang langgeng dan berlimpah (mutiplier benefits) serta perusahaan tumbuh dan berkembang secara bekelanjutan (sustainable business). Oleh karena itu, bisis hendaknya melibatkan dan memperhitungkan masyarakat sekitar dalam setiap kegiatan bisnisnya dan tidak mengabaikan mereka.

Akuntabilitas sosial menjadi isu penting saat ini dikarenakan kemajuan perkembangannya cukup lamban. Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjad lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Proses pengukuran akuntabilitas sosial terdiri dari tiga langkah, yaitu :
     1.      Menentukan biaya dan manfaat sosial dengan memperhatikan sistem nilai masyarakat yang mana juga berguna dalam mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik.
    2.      Meghitung biaya dan manfaat dari aktivitas yang menmbulkan biaya dan manfaat sosial yang ditentukan dari kerugian dan kontribusi.
      3.      Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.

Tujuan adanya akuntabilitas sosial adalah :
      1.      Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat  yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
     2.      Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan terhadap lingkungannya, mencakup financial, managerial social accounting, dan social auditing
     3.      Untuk menginternalisir biaya soasial dan manfaat sosial agar dapat menetukan suatu hasil yang lebih relavan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.

Ada dua dimensi utama dalam akuntabilitas sosial :
    1.      Melaporkan dan mengungkapkan costs dan benefits dari aktivitas ekonomi perushaan secara langsung berdampak pada profitabilitas (laba). Costs dan benefits tersebut dihitung dan dikuantifikasi secara akuntansi.
      2.      Melaporkan costs dan benefits dari aktivitas ekonomi perusahaan yang berdampak langsung pada individu, masyarakat dan lingkungan. Benefits itu sulit dikuantifikasi sehingga pelaporannya harus dilakukan secara kualitatif.

MANAJEMEN KRISIS

    Respon pertama terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah jalannya operasi bisnis yng telah berjalan normal. Artinya terjadi gangguan pada proses bisnis “normal” yang meneyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.

Kejadian buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari berencana alam seperti tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai lepada karyawan yang mogok kerja. Aspek dalam penyusunan rencana bisnis. Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk meghadapi :
      1.      Situasi darurat (emergency response)
      2.      Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster recovery)
      3.      Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery)
      4.      Strategi untuk memulai bisnis kembali (business resumption)
      5.      Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency planning)
      6.      Manajemen krisis (crisis management)

Penanganan krisis pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk mendaoakan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi .

AKTIVITAS BISNIS INTERNASIONAL – MASALAH BUDAYA

Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaan produktif di lingkungan organisai. Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan dikerjakan sekelompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan.

Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua kearena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya).

Jadi ketika perusahaan berskala internasional yang sudah pasti memiliki banyak karyawan membuat suatu kejadian yang kemudian nantinya dilaksanakan oleh karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka kebiasaan tersebut menajdi suatu budaya di perusahaan tersebut, maka dari itu seharusnya sebuah perusahaan memikirkan matang-matang mengenai kebijakan yang akan diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik bagi perusahaan tersebut.

ETIKA DALAM TEMPAT KERJA

Etika dalam tempat kerja cukup sulit untuk didefinisikan. Pada umumnya, beretika dalam tempat kerja yaitu memastikan dari bertindak sesuai dengan prinsip selah atau benar yang diterima umum di tempat kerja. Etika adalah masalah yang berkaitan dengan prosedur pengambilan keputusan berdasarkan intigritas yang mengarahkan keutusan dan pekerjaan seseorang dalam suatu perusahaan. Etika dalam tempat kerja biasanya meliput kewajiban moral, kejujuran, tidak melakukan kecurangan, bekerja dengan baik, dan tidak menyalahgunakan tanggung jawab. Berikut beberapa etika yang berlaku di tempat kerja pada umumnya :
      1.      Menghormati budaya kerja perusahaan tempat bekerja
      2.      Menghormati senoir dan memperlakukan sebagaimana mestinya tanpa bersikap berlebihan
      3.      Menghormati batas-batas pribadi rekan kerja
      4.      Menghormati cara pandang orang lain
      5.      Menangani beban kerja padang orang lain
      6.      Bersikap sopan kepada semua orang di tempat kerja
      7.      Tidak semena-mena menggunakan fasilitas tempat kerja

Sebagian etika dalam tempat kerja yang harus dijunjung ketika bekerja. Sesungguhnya etika dalam tempat kerja itu disesuaikan dengan asal tempat kerja, tata krama atau norma yang berlaku di daerah tempat kerja, dan lain sebagainya yang lebih spesifik. Secara umum, ada dua hal yang yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan adalah bagaimana mempertahankan kejujuran dalam dunia kerja. Sedangkan tanggung jawab adalah ukuran hasil kerja seseorang.

Tanggung jawab moral utama karyawan dan manajer adalah untuk bekerja demi pencapaian tujuan perusahaan dan menghindari aktivitas-aktivitas yang mugkin mangancam tujuan tersebut. Karyawan, manajer, dan profesi akuntan tentunya dengna mudah membedakan anatara tindakan yang benar dan salah. Aka tetapi, adanya “area abu-abu” membuat etika menjadi isu yang signifikan. Oleh karena itu karyawan, manajer, dan profesi akuntan sangat perlu memahami etika dalam tempat kerja sehingga tidak terjebak dalam “area abu-abu” yang mungkin banyak pihak.


Sumber :

Selasa, 16 Januari 2018

ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN MANAJEMEN

Etika dalam akuntansi keuangan dan manajemen merupakan suatu bidang keuangan yang merupakan sebuah bidang yang luas dan dinamis. Bidang ini berpengaruh langsung terhadap kehidupan setiap orang dan organisasi. Ada banyak bidang yang dapat dipelajari, tetapi sejumlah besar peluang karir tersedia du bidang keuangan. Manajemen keuangan merupakan suatu bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam sebuah organisasi untuk menciptakan nilai melalui pengambilan putusan dan manajemen sumber daya yang tepat.

Adapun beberapa etika yang harus di terapkan oleh para pelaku dalam akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen dapat di jabarkan sebagai berikut :
      a.       Competance (Kompetensi)
Kompetensi diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Arti kata competance disini adalah setiap prakisi Akuntansi Manajemen dan Manajemen Keuangan memiliki tanggung jawab untuk :
1.      Menjaga tingkat kompetensi profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
2.      Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar teknis yang berlaku .
3.      Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta dapat diandalkan
     b.      Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality atau Kerahasiaan adalah pencegahan bagi mereka yang tidak berekepentingan dapat mencapai informasi, berhubungan dengan data yang diberikan ke pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya diperbolehkan untuk keperluan tertentu tersebut. Dalam hal kerahasiaan ini praktisi akuntansi manajemen dituntut untuk :
1.      Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
2.      Menginformasikan kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini untuk menjaga pemeliharaan kerahasiaan.
3.      Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.
     c.       Integrity (Kejujuran)
Integrasi adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Praktisi akuntansi manajemen dan manajemen keunagan memiliki tanggung jawab untuk :
1.      Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari potensi konflik.
2.      Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka dalam menjalankan tiga secara etis.
3.      Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat memepengaruhi tindakan mereka.
4.      Menahan diri dari aktivitas negatif yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan organisasi.
5.      Mengkomunikasikan informasi yang tidak menguntungkan serta yang menguntungkan dalam penilain professional.
6.      Menahan diri agar tidak terlibat dala aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan profesi.
      d.      Objectivity (Objektivitas)
Objektivitas pada dasarnya tidak berpihak, dimana suatu secara idela dapat diterima oleh semua pihak, karena pernyataan yang diberikan terhadapnya bukan merupakan hasil dari asumsi (kira-kira), prasangka, ataupun nilai-nilai yang dianut oleh subjek tertentu.
1.      Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi yang cukup dan objektif
2.    Mengungkapkan semua informasi relavan yang diharapakn dapat memberikan pemahaman akan laporan atau rekomendai yang disampaikan.

Peramaan Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
 Prinsip akuntansi yang lazim diterima baik dalam akuntansi keuangan kemungkinan besar juga merupakan prinsip pengukuran yang relavan dalam akuntansi manajemen
 Menggunakan sistem informasi operasi yang sama sebagai bahan baku untuk menghasilkan informasi yang disajikan kepada pemakainya


Unsur Perbedaan

Akuntansi Keuangan
Akuntansi Manajemen
Dasar Pencatatan
Prinsip Akuntansi yang lazim
Tidak terikat dengan prinsip akuntansi yang lazim
Fokus Informasi
Informasi masa lalu
Informasi masa lalu dan masa yang akan mendatang
Lingkup Informasi
Secara keseluruhan
Bagian perusahaan
Sifat Laporan yang dihasilkan
Berupa ringkasan
Lebih rinci dan unsur taksiran lebih dominan
Keterlibatan dalam perilaku manusia
Lebih mementingkan pengukuran kejadian ekonomi
Lebih bersangkutam dengan pengukuran kinerja manajemen
Disiplin Sumber Yang Melandasi
Ilmu ekonomi
Ilmu ekonomi dan ilmu psikologi sosial

Contoh Kasus :

Sembilan KAP yang diduga melakukan koalisi dengan kliennya. Jakarta 19 April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di duga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah di auditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki Kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang nelakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.

Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh peemrintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain”, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan, “ujarnya”. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pegusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.

ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisitaif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tindak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu, “tegasnya”. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada majelis Kehormatan Ikantan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meninta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

Analisis Kasus diatas :
    1.      Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab profesi. Prinsip tanggung jawab profesi ini mangandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham. Dalam kasus ini, dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
     2.      Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepetingan publik. Prinsip kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas professionalisme. Dalam kasus ini para akuntan dianggap telah meghianati keperayaan publik dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa.
3.  Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas. Prinsip integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercyaaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi mungkin. Dalam kasus ini sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
      4.  Kode etik keempat yang dilnggar yaitu prinsip objektifitas. Prinsip objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam kasus ini, semibilan KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas mereka telah bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan klien dan mereka tidak apat memberikan penilaian yang adil tidak memihak, serta bebas dari benturan kepingan pihak lain.


      Referensi


https://radityoyuditama.wordpress.com/2016/01/04/etika-dalam-akuntansi-keuangan-dan-akuntansi-manajemen/

SUBJECT, VERB, COMPLEMENT & MODIFIER

Subject likely or prone to be affected by (a particular condition or occurrence, typically an unwelcome or unpleasant one). about what or w...